Jumat, 24 Juli 2015

my family

 ]                                                                 Mama - Aku - Bapak
                                                      Aku dan Eyang dari Bapak
                                                   Aku dan Mbah dari Mama
                                                        Dhani dan Latif
                                                  eyang kakung dan eyang putri
                                                              my birthday
                                                         thanks mom, dad

Rabu, 22 Juli 2015

Tanimbar21

                                                            
                                                          Tanimbar 21
                                     foto sama ibu kos dan asti juga :) mau ke malem puncak HUT SMANSA
                                                         yang ini ada winannya haha
                                                 hari terahir ngekos sama azul :(
                                                   itu kuning kuning juga ikutan senyum lho
                                                           ini waktu lebaran ke ibu cuma ber 4

                                    kita mah gitu nggak dimana mana kalo ketemu ya foto foto
                                      gue di evaluasi sama dewan adisa, pmr, hadrocestra, sama LHC
                                                winaaaaaaaaaaaannn..................

                                                      ultahnya tiaaan

                                               tiaaaaaaaaaannn aku geli ngliat foto ini
                                                                      gue lagi
                      kita itu anak kos yang sering daet traktiran dari ibu kos guys

Rabu, 29 Oktober 2014

Senja dibalik ilalang



Senja dibalik ilalang

Hujan baru saja reda. Perlahan, awan gelap yang sedari tadi menghalangi cahaya matahari mulai menyingkir, kini matahari bisa kembali menampakan dirinya, menghapus butiran-butiran air hujan yang masih melekat pada daun Aglaonema commutatum di depan rumah. Aku masih menatap jadwal harian yang dengan gagahnya terpampang di dinding dekat meja belajar oh, sungguh? apa aku harus berhadapan dengan rutinitas seperti ini setiap hari ? hari ini penuh dengan pelajaran exact. Fisika ada diurutan pertama,disusul biologi, kimia, dan matematika ? ah lagi-lagi aku harus berhadapan dengan rumus-rumus integral dijam-jam terahir saat kantuk,lelah, dan letih sudah bercampur dengan suara cacing-cacing di perut yang berdemo  menuntut jatah makan. Kulihat jam tanganku, jarum panjang menunjuknangan angka 8 dan itu berarti hanya tersisa 20 menit lagi sebelum bel sekolah berbunyi, aku bergegas keluar meninggalkan Hasan adikku, yang  masih kesulitan mengikat tali sepatunya.
            Jalan raya sudah begitu sesak dengan mobil dan motor yang berlalu-lalang belum lagi angkutan umum yang ugal-ugalan  berusaha memenuhi kendaraan mereka dengan sebanyak mungkin penumpang. Aku tak punya cukup waktu untuk memilih kendaraan, terpaksa aku naik angkot dengan warna hijau yang cetar membahana itu. Bukan aku tak tahu, sudah aku prediksi sebelumnya angkot ini pasti tak nyaman, namun bagaimana lagi ? aku tak mau berdiri didepan gerbang sekolah selama 1 jam hanya gara-gara terlambat beberapa menit. Lagu-lagu dangdut ala pantura yang sungguh iuwh diputardengan begitu kerasnya seolah-olah hanya sopir dan kenet yang berada dalam kendaraan tersebut. Aku memilih duduk didekat jendela setidaknya udara luar lebih mudah diterima syaraf-syaraf hidungku daripada pengapnya udara dalam angkot. Dalam sepuluh menit aku sudah sampai di pemberhentian
“7000 bu,” kata kenet angkot berkulit hitam dengan tato naga di lengannya
“Maaf mas saya hanya punya 4000 biasanya juga 4000 saya sama anak saya ini”
Aku memalingkan wajahku kearah sumber suara. Terlihat seorang wanita tua dengan anak kecil disampingnya,berpakaian sangat sederhana, nampaknya dia takasing. Kucoba memutar balik ingatanku, yah, benar, diaa adalah wanita yang biasanya mengantarkan cucian kerumah sebelah.
“ Ini untuk membayar ongkos ibu ini mas “ nampaknya ada sumber suara lain disana, gadis dengan balutan jilbab cream yang lebar, sangat anggun dipadukan dengan warna kulitnya yang putih, lebih nampak seperti keturunan tionghoa dengan matanya yang sipit dan bibirnya yang tipis. Dia mengenakan baju yang sama denganku, apakah dia satu sekolah denganku juga ? nampaknya aku tak pernah melihat dia sebelumnya. Jarum panjang Jam tanganku sudah menunjukan angka 11 tak ada waktu lagi untuk memperhatikan gadis itu, tepat setelah kakiku melangkah memasuki gerbang sekolah bel berbunyi,
“Untunglah” batinku dalam hati
Pak Surya sudah nampak dari kejauhan, segera kupercepat langkahku menuju ruang kelas
“ Ana ! “ panggil Iza yang sudah kuduga, tiap selasa dia akan membooking tempat duduk pojok paling belakang.
“Kau sudah tahu ? Cristy dipindahkan ke IPA 1 “
“Benarkah ? memangnya kenapa ?
“Semua siswa non muslim dipindahkan ke kelas A1”
“Lantas aku duduk dengan siapa ?“
“Katanya akan ada anak baru, dia anak tunggal CEO MG Resort “
“Benarkah itu ? anak tunggal dari CEO resort termegah di kotaku ? huh dia sombong dan angkuh “ pikirku dalam hati
“Selamat pagi anak-anak “ suara Pak Sur memotong perbincanganku dengan Iza
“Silahkan berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing”
“Cukup. Kita lanjutkan materi senin lalu, maka yang dimaksud kisi difraksi adalah ….”
“Tok..tok..tok..” terdengan suara ketukan pintu dari luar , terlihat pak kepala sekolah dengan seorang anak? Siapa dia ? ah iya benar, dia anak yang tadi kulihat dibus, tunggu ? apakah dia anak CEO itu ? pikirku dalam hati, mencoba meneka-neka kemungkinan yang terjadi. Namun  tak mungkin akankah seorang anak CEO naik angkot ? segera kuhapus fikiran itu.
Setelah pak sur mempersilahkannya masuk, perempuan yang ternyata benar-benar putri CEO itu memperkenalkan diri.
“Nama saya Zahra Maulida, teman-teman dapat memanggil saya Zahra “
Singkat, dia tak terlihat seperti yang kubayangkan sombong dan angkuh ? tidak ! seperti yang kukatakan sebelumnya dia anggun dan cantik, suaranya ya ampun, lembut banget. Lain denganku, apalagi iza yang terkenal dengan suaranya yang menggelegar.
Sebab tidak ada lagi tempat duduk yang tersisa kecuali tempat disebelahku, diapun segera menempati tempat tersebut segera setelah ppak sur mempersilahkannya duduk.
“ Aku Zana, Hazanah Nur Fatimah,” sapaku sembari mengulurkan tangan
“Aku Zahra” balasnya sembari menebarkan seyum, terlintas dibayanganku betapa friendly-nya dia.
Bel pulang berbunyi, 8 jam sudah kuhabiskan dengan rumus-rumus cahaya, sel elektrolisis,integral, dan rumitnya jalur glikolisis lengkap dengan ATP dan NADP nya. Lengkap sudah penderitaan hari selasa, belum lagi tugas praktikum yang menumpuk membuatku pulang 3 jam lebih terlambat dari biasanya. Aku baru sadar jam dinding kelas sudah menunjukan angka 4.30, mungkin aku terlalu terhanyut dalam indahnya pemandangan angka-angka yang terwujudkan dalam relief grafik sepanjang hampir 1 meter ini, sungguh ini lebih melelahkan daripada lari 4 kali memutari lapangan sekolah ditambah 10 kali sit up dan 15 kali push up. Kau tahu ?  lelahnya itu nggak Cuma difisik, tapi juga lelahnya tuh disini.
Kutarik tasku, bergegas mencari angkot. Dari balik gerbang sekolah, kulihat Zahra hendak memasuki mobil fortuner  putih nan megah,
“Huh andai saja aku bisa naik mobil seperti itu “pikirku dalam hati.
Menit demi menit berlalu, tak ada angkot yang lewat dihadapanku, ahirnya kuputuskan naik becak, meski dengan tarif 3x lebih tinggi dari tarif angkot, namun betapa terkejutnya saat aku mendapati dompetku tak ada ditas. Benar, tadi pagi aku baru saja meninggalkan dompetku di loker kelas. Sungguh sial
“Zana…!!”
Sepintas terdengar seseorang memanggilku,
Zahra ? bukankah itu Zahra? dia memanggilku dari balik mobil fortunernya, perlahan mobil seharga lebih dari setengah milyar itu mendekat kearahku.
“Kenapa belum pulang?” Tanya Zahra
“Belum ada angkot, kamu kenapa belum pulang? “ tanyaku berbalik
“Aku tadi membeli cat minyak dulu, ayo pulang denganku, terlalu larut untuk pulang sendiri jam segini “
Ciatttttt…….!!!! Bagai kejatuhan durian runtuh, sebenarnya aku sedikit sungkan, namun kalo aku menolak mungkin aku baru bisa pulang saat adzan subuh berkumandang. Lagian, kapan lagi aku naik mobil mewah sekelas ini?
“Sungguh ? apakah tidak merepotkanmu?”
“Ah, kamu ini, bukankah kita teman? kenapa harus sungkan? dimana rumahmu?” tanya Zahra
“Di jalan Diponegoro 23 “
Jadilah aku untuk pertama kalinya mengendarai mobil  seharga lebih dari setengah milyar ini. Dalam hitungan menit aku sudah sanpai dipertigaan dekat rumahku, saat itu senja telah ber ganti menjadi gelap, seruan-seruan menuju kemenangan saling bersahutan, saling memuji keagunganNya yang telah menciptakan bumi dengan segala isi dan kemewahannya. Rumah bercat orange dengan hiasan bunga Aglaonema commutatum sudah nampak, bak putri yang hendak turun dari kereta kencana, sopir Zahra membukakan pintu dengan ramahnya
 “Ah, betapa bahagia hiup Zahra “ pikirku dalam hati
Bapak, ibu, dan hasan  masih duduk diteras dari wajah mereka terlukis jelas gradasi ekspesi kagum dan heran.
Ibu menyambut Zahra dengan hangat, begitupun bapak. Zahra? dengan anggunnya ia mencium tangan ibu.
***
Zahra masih berkhalwat dengan pensil dan kertas gambarnya, ada gambar ilalang dengan matahari senja dibaliknya. Indah dan begitu nyata
“Kau mau menemaniku kesuatu tempat Na ?”Tanya Zahra
“Kemana ?”
“Ketempat ini” jawab zahra sembari menunjuk gambar ilalang senja itu
“Benarkah? Tentu saja aku mau. Bagaimana kalo pulang sekolah ?”
Aku tak  menyangka ada tempat seindah itu dalam kehidupan nyata.
Burung burung kecil dan capung-capung yang berwarna-warni menari-nari menyambut kami, begitupun bunga ilalang yang berayun-ayun manja, zahra terdiam, ada butiran air dikelopak mata sipitnya
“Indah sekali bukan ? na, aku ingin bertemu dengannya saat melihat tempat ini” kata Zahra
“Dengan siapa ? kekasihmu ?” tanyaku heran
“Iya”
Aku tak menyangka Zahra memiliki seorang kekasih, setahuku dia selalu menjaga jarak dengan lawan jenisnya.
“Aku ingin bertemu kekasihku Na, yang telah menciptakanku, menciptakan padang ilalang ini, dan memberiku pemandangan senja dibalik ilalang yang begitu mempesona”
“Apa maksudmu Na ?”
“Aku hanya merindukanNya, jika ciptaanNya saja seindah ini, bagaimana keindahan penciptaNya ? Namun aku tak tahu, adakah amalanku yang bisa kujadikan hujjah untuk bertemu denganNya ? “
“Zahra…..” bisikku dalam hati
Aku terperanga mendengar ucapan Zahra, perempuan yang selalu menjaga pandangannya, menjaga ucapan, selalu puasa senin kamis, selalu menghatamkan Al-Quran dalam satu bulan, selalu memberikan sedekah kepada anak yatim tiap bulan masih mempertanyakan adakah amalan yang dapat ia jadikan hujjah untuk bertemu dengan penciptaNya, sedangkan aku? Bahkan aku tak pernah memikirkan untuk itu, ah, betapa malunya aku berbicara dengannya
“Na…”
“iya Ra…?”
“aku iri sekali saat  melihat kedamaian dalam keluargamu, kau tahu ? aku tak pernah mendengarkan ayahku membaca surat cinta Allah dirumah, ibuku ? bahkan untuk alasan pekerjaan beliau belum bersedia menjulurkan hijabnya, ah, sudahlah kok aku jadi curhat ya ? mari pulang” kata zahra sembari mengusap airmata yang pperlahan menetes membasahi wajah putih berpadu pucat itu, tak menyangka sudah dua jam kami melewati senja dibalik padang ilalang
***
Awan cirrus masih menghias di atas menara masjid Al Hasanah memamerkan keindahannya saat berpadu dengan birunya langit Kebumen dipagi nan sejuk . beberapa siswa terlihat mengenakan sepatunya usai melaksanakan shalat dhuha, aku mencari Zahra ketiap sudut mushala, tempat dia biasanya bersemedi sebelum  bel masuk berbunyi,
Bel sekolah dengan alunan midi lagu kebangsaan menghentikan langkahku, ternyata hamper sepuluh menit aku disini mencari Zahra, namun batang hidungnya saja tak nampak. 
“Mungkin dia sudah  berada dikelas” pikirku mencoba meneka-neka.
Setibannya dikelas, tas merah muda yang selalu Zahra kenakan sudah ada dibanmgku paling depan, bersama tasku.
“Ra? Ah, aku mencarimu sejake tadi “
“Memangnya ada apa ?”
“Lihatlah”kataku sembari menunjukan sapu tangan biru muda dengan motif bnga ilalang itu.
“ Aku  melihat sapu tangan ini ketika pergi ke mall kemarin, berhubung kau suka bunga ilalang, kupikir kau akan menyukainya”sambungku
Zahra tersenyum, namun matanya memerah,
” Apa yang salah denganku ?”
“Na,kau tahu, selama ini aku tak pernah mendapatkan hadiah dari seorang teman, bahkan mereka yang mengaku sahabatku. Terimakasih  Na kau membuatku merasakan bagaimana memiliki teman yang sesungguhnya, kau menemaniku kepadang lalang, mendengarkan curhatanku, mengenalkanku dengan lingkungan baruku, dan mengajariku banyak hal ” ucap Zahra
“Ra, kau salah, kau yang mengajariku banyak hal, tentang hidup, tentang tujuan hidup, tentang bagaimana kelak kita bertemu denganNya, tentang pertanggung jawaban atas apa yang kita lakukan didunia, tentang betapa indahnya berbagi, dan aku mencoba meneladani setiap kebiasaanmu Ra, meski aku belum dapat menghatam Al Quran dalam waktu satu bulan, aku sudah dapat menghatam Al Quran dalam waktu dua bulan, meskipun aku belum bisa sedekah keanak yatim tiap bulan, aku berusaha bersedekah  panti yatim tiap dua bulan. Selain Rasulullah dan kedua orang tuaku, kaulah tauladanku Ra, akulah yang seharusnya berterimakasih “ jelasku
“Aku hanya berusaha mengamalkan ilmu yang kudapatkan, Na kau tau, aku merasakan begitu indah persahabatan yang dilandaskan akan kecintaan kita terhadapNya” ucap Zahra
“Na, bagaimana kalau pulang sekolah kita jalan-jalan ? aku mau mengajakmu ketempat makan favoritku sewaktu SD, roti disana sangat enak” ajak Zahra
“Benarkah ? kalo soal makan-makan aku nggak bakal piker dua kali deh, pastilah aku setuju Ra”
Suara bu rani memotong ppembicaraan ku dan zahra, nampaknya mataku sangatpeka terhadap keberadaan beliau, mungkin karena telinga ini juga sudah bersiap-siap mendengarkan kisah-kisah perjuangan bangsa indonesia yang hari ini akan beliau sampaikan, sungguh beliau adalah guru searah pertama yang membuatku semangat saat melihat kata “history” terpampang dijadwal pelajaran.
***
Awan cirrus telah berganti menjadi awan sircus memberikan pertanda akan adanya hujan, aku dan Zahra masih menikmati cupcake terahir di keeki bakery,  memang benar kue ditoko berdinding kayu dengan lantai marmer putih ini sangat lezat, belum lagi tempat ini mempunyai desain interior yang sangat indah, cocok untuk semua kalangan, mataku tertuju pada sebuah kolam ikan dengan patung wanita pembawa kendi disampingnya
“Tadi ada seorang anak perempuan yang menolongku, dari tutup kepalanya nampaknya dia Muslim” kata seorang perempuan yang lewat dan kemudian duduk menghalangi viewku
“Ah, jangan mudah tertipu, tidak ada Muslim yang mau bertoleransi kepada agama lain. Bahkan mengucapkan hari raya sajamereka tak sudi” kataseorang laki-laki yang kemudian duduk di samping perempuan sebelumnya
Hatiku geram mendengarkata-kata laki-laki tersebut, lidahnya yang tak bertulang dengan seenaknya mengucapkan kata-katayang begitu buruk, ingin kututup mulutnya dengan buntalah tisu yang ada didepanku, namun sepertinya ada peri-peri kebaikan disisiku, nuraniku masih mengatakan untuk “tahan Zana,  tahan !!“
“Kata Rasulullah diam itu layaknya emas, tak perlu memperdulikan kata mereka, mereka hanya belum mengenal kita, terkadang membalas kedzaliman dengan kearifan lebih baik daripada membalas kedzaliman dengan kedzaliman, seperti kedua sumber api yang saling bertemu, mereka takakan membuat salah satu api padam, melainkan hanya akan memperbesar nyala api masing-masing “kata Zahra seolah-olah dia mengerti betul apa yang aku rasakan
“ Tapi Ra, ah ! tidakkah kau merasa kata-kata mereka terlalu kejam ? kata siapa kita tak mau bertoleransi ? kita tidak mau  mengucapkan selamat hari raya sebab ada hukunya sendiri bukan ? tapi mereka ? sudah ditolong malah menghujat !!” kataku dengan nada tinggi
Zahra terdiam sambil tersenyum kearahku,
“Kau mau kutunjukan cara yang rasulullah ajarkan ? ayo ke kasir “ kata Zahra dengan senyum yang sulit kuartikan maksudnya
Setelah makanan terahir masuk kedalam mulut, kitabergegas menuju kasir
“Mba, berapa harga makanan kami, oh ya sekalian  makanan orang yang duduk disebelah kami “
Tanya Zahra ke petugas kasir sambil menujuk kearah laki-laki yang menghujat umat islam tadi. Ah, aku semakin heran dengan tingkah Zahra, apa maksudnya ?
“Jika mereka bertanya siapa yang membayar makanan ini, berikan surat ini “

enjoy the delicious cupcake
kami muslim, dan kami tidak seperti yang kalian bayangkan,
kami tulus menolong setiap saudara kami,
meskipun mereka dari kalangan yang berbeda dengan kami

 surat itu ditulis dengan tulisan tangan yang sangat indah, mencerminkan keindahan penulisnya
“Inilah yang dimaksud membalas kedzaliman dengan kearifan sahabatku “
Hwaaaaaaa ………..!!!!! 
Rasanya aku ingin segera mencaritopeng untuk menutup wajahku,
“Zahra..apakah kau manusia ?”tanyaku dalam hati,
Rasa maluku semakin memuncak, aku heran, dari apa Allah menciptakan hati Zahra.
Tapi mengapa zahra memberikan alamat email ku juga ?
“untuk apa alamat email itu ra ?
“ah tidak aku hanya iseng aja mungkin itu bermanfaat “
Ah, lagi,lagi,dan lagi aku tak bisa menebak pikiran  gadis yang suka menggambar bunga alang-alang ini.
Kami pulang segera setelah petugas kasir memberikan uang kembalian. Ada lukisan kegembiraan diwajah Zahra, sedangkan diwajahku ? ah, bahkan tanda Tanya raksasa itu masih khusyu’ bersemedi difikiranku, dan mungkin itu juga dapat terbaca di wajahku.


***
Kelas lansung berubah bak pasar ikan begitu guru keluar, Iza dan Maya  langsung mengeluarkan laptop. Seketika suara tawanya menggelegar keseluruh antero sekolah. Sudah dapat ditebak pasti video running man yang ada dimonitor mereka.
Kupandangi tempat duduk sebelahku, ada apa ? mengapa zahra tidak berangkat ? pertanyaan itu berputar-putar dikepalaku sejak tadi. Nomor tak ada yang aktiv, tak ada surat, sebenarnya kenapa zahra?
anti oke ra ?
pesan itu sudah kukirim 3x, tetap saja tak ada balasan.
“Apa aku ke rumah Zahra ya ?” fikirku dalam hati
Ah, benar sekali aku baru ingat kalo aku belum pernah kerumah zahra, teman-teman lainpun tidak ada yang tahu rumah Zahra.
Ya sudahlah mungkin besok dia sudah masuk lagi.
Ah, andai Zahra berangkat akan kutunjukan padanya bahwa perempuan yang kami temui ditoko roti mengucapkan maaf atas kelancangannya menghujat muslim, aku ingin menunjukan email-nya yang berisi permintaan maafnya, sayang sekali.
Zahra benar, tak ada gunanya membalas kedzaliman dengan sesamanya, akan lebih indah jika kia dapat memadamkannya dengan kearifan.
***
Dua hari, tiga hari, hingga empat hari pemilik tempat duduk sampingku belum terlihat, dan sudah belasan pesan yang kukirimkan kepadanya, tapi tetap saja tak ada nama Zahra di inbox ku, ahirnya kuputuskan keluar kelas sekedar mencari udara segar.
Ruang TU . benar, kenapa aku tak berfikir mencari alamat zahra disana ?
Setelah bel sekolah berbunyi, segera kucari kendaraan menuju alamat yang telah diberikan Bu Iis , kendaraan tersebut berhenti di depan rumah mewah dengan gernbang tinggi itu.  
“Tapi mengapa banyak sekali orang ber jas putih disana ?” pikirku dalam hati.
“selamat siang pak. Apakah benar ini rumah Maulida Azzahra?” tanyaku pada petugas satpam
“benar. Nona ini siapa ya?” tanya beliau kembali
“saya teman Zahra pak. Sudah lima hari Zahra tidak masuk sekolah, apakah Zahra baik-baik saja pak ?”
Seketika raut wajah petuas tersebut berubah. Apa ini? Teka teki itu semakin sulit kupecahkan. Zahra sebenarnya kenapa?
“penyakit nona kami semakin parah sejak lima hari yang lalu, beliau kini hanya dapat terbaring di tempat tidur”
Deg!!
Apa ini ? sakit apa? Zahra tak pernah mengatakan apapun tentang sakit yang dia derita. Bahkan dia tak pernah menunjukan dia sakit. Ah, aku masih berharap petugas tersebut hanya bergurau.
“apakah nona mau melihat beliau ? mari saya antarkan “
Aku tiba dikamar dengan hiasan kaligrafi nan indah itu, jangan tanyakan bagaimana perasaanku, bukan sedih, tapi sangat sedih, ah, aku bahkan tak dapat membendung air mataku, bagaimana mungkin ? lima hari lalu dia masih menikmati cupcake bersamaku, dia masih tersenyum, masih menunjukanku bagaimana membalas kedzaliman dengan kearifan, sekarang tubuhnya penuh dengan alat-alat medis. Ah apakah ini mimpi? sosok itu masih terbaring sembari memejamkan mata,
“Zahra,,,” ucapku lembut sembari mengusap air mata
Tak ada respon. Aku memandangi wajah itu, mata sipit itu, tangan nan penuh kebaikan itu, Zahra tak seharusnya terbaring disini, seharusnya dia masih harus menunjukan kepada semua orang bahwa bagaimana menjadi agen muslim yang baik. Zahra tak seharusnya disini. Seluruh dunia harus melihat bahwa ada perempuan seperti Zahra dengan hati mulianya.
“Zana…”
suara itu ? Zahra memanggilku dengan sangat lembut, mata sipitnya telah terbuka
“iya Ra..? kau butuh apa ?apakah aku mengganggumu?”
“tidak, Na.. maukah kau membacakanku surat yasin?”
suara itu, aku semakin sedih mendengarnya, tubuhku lemas melihat keadaan zahra yang demikian
“baik Ra, tunggu sebentar..”
Ucapku sebelum kuambil air wudhu untuk mensucikanku sebelum memegam AlQuranul karim
“Na… terimakasih sudah menjadi sahabatku “
Aku tak kuasa mendengarnya, tangisku semakin deras, aku hanya sanggup menganggukan kepala, seharusnya bukan kau yang mesti mengucakan kata-kata itu ra, tapi aku, aku yang sharusnya berterimakasih karena kau mau menjadi sahabatku
Ketika hendak kubuka mushaf itu, kulihat senyum ada senyuman yang tersungging diwajah Zahra, bibirnya masih mengucap dzikir, sedang ditangannya masih melingkar tasbih merah jambu itu.
“Wasubhanalladzibiyadihimalakutullisyaiiwailaihi turja’un” kuahiri bacaan surah yassin yang Zahra minta
“laillahaillallah muhammadarrasulullah”
Bersama ayat terahir surat Yassin Zahra mengucap syahadat, sembari menutup matanya. Tasbih  yang melingkar ditangannyapun terjatuh, kucoba setegar mungkin, dan mengikhlaskannya, karena kutahu dia menantikan saat ini. Dokter-dokter disampingku pun terlihat sedih.
Zahra Maulida perempuan yang tiga bulan lalu kulihat turun dari bus dengan keanggun ketulusannya, yang membuatku merasakan betapa indah dan luar biasanya persahabatan yang dilandaskan cinta pada Sang Khaliq, kini telah berpulang, melepas kerinduannya kepada Rabbnya, meskipun tanpa orangtua di detik-detik terahirnya kutahu senyum diwajahnya menunjukan bahwa dia bahagia bertemu kekasihnya, yang telah menciptakannya, menciptakanku, dan padang ilalang itu. Allah Azza Wa Jalla